GERAKAN AHMADIYAH INDONESIA

“Nabi Suci Muhammad saw. bersabda bahwa sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat ini pada permulaan tiap abad orang yang akan memperbaharui agamanya baginya” (HR Abi Daud dari Abu Hurairah r.a).

Apakah Ahmadiyah itu?

Berdasarkan Hadis sahih di atas, Allah SWT, pada tiap-tiap permulaan abad membnagkitkan seorang Mujaddid atau orang yang memperbaharuhi agama di dalam Islam. Pembaharuan mereka itulah  yang disebut  gerakan pembaharuan  di dalam Islam. Pada zaman  akhir ini gerakan itu bernama Ahmadiyah. Jadi Ahmadiyah adalah gerakan pembaharuan di dalam Islam.

Ahmadiyah didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alqadiani, Mujaddid abad ke-14 Hijriyah yang bergelar Almasih dan Mahdi, berdasarkan ilham dari Allah SWT. yang  beliau terima pada tanggal 1 Desember 1888 sekarang Ahmadiyah telah tersebar di seluruh dunia.

Ahmadiyah berjuang hanya untuk membela dan menyiarkan Islam melalui lima cabang kegiatan  dakwah Islam yang telah digariskan oleh Mujaddid dalam kitab Fathi Islam (1893), yaitu: (1) Menyusun karangan-karangan atau buku-buku dan menerbitkannya. (2) Menyiarkan brosur-brosur dan maklumat-maklumat yang dilanjutkan dengan pembahasan dan diskusi, (3) Komunikasi langsung  dengan kunjung-mengunjung, mengadakan ceramah-ceramah dan majelis taklim, (4) Korespondensi dengan mereka yang mencampuri atau menolak kebenaran Islam, dan (5) Beat.

 

Dua Golongan Ahmadiyah

Setelah pendiri gerakan Ahmadiyah wafat (26 Mei 1908), Gerakan Ahmadiyah dipimpin oleh Shadr Anjuman Ahmadiyah yang diketuai oleh Maulvi Hakim Nuruddin. Setelah beliau wafat pada tanggal 13 Maret 1914, Shadr Anjuman Ahmadiyah dipimpin oleh Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, putera pendiri Gerakan Ahmadiyah. Beberapa saat setelah ia terpilih, timbullah perbedaan pendapat yang penting dan mendasar. Mirza Bashiruddin  Mahmud Ahmad berpendapat bahwa : (1) Masih Mau’ud itu betul-betul  Nabi, (2) beliau itu ialah Ahmad yang diramalkan  dalam Qur’an Suci 61:6, dan (3) semua orang Islam yang tidak berbeat kepadanya, sekalipun tidak mendengar nama beliau, hukumnya tetap kafir dan keluar dari Islam (Ainai Sadaqat, hal. 35).

Pendapat tersebut yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam Ahmadiyah. Mereka yang setuju terhadap pendapat tersebut tergabung dalam Jemaat Ahmadiyah, yang dikenal sebagai  Ahmadiyah Qadian, karena pusatnya di Qadian, India, tetapi setelah Pakistan  dan India merdeka pindah ke Rabwah, Pakistan  sampai sekarang,  meski sejak pasca 1984 Khalifahnya berada di Inggris. Pemimpinnya disebut Khalifah. Sedangkan mereka  yang tak setuju  terhadap  pendapat  tersebut tergabung dalam Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam yang berpusat di Lahore dan dikenal sebagai Ahmadiyah Lahore yang pada saat itu dipimpin  oleh Maulana Muhammad Ali, M.A., LL.B., sekretaris Almarhum Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Pemimpinnya disebut Amir (Presiden). Menurut Ahmadiyah  Lahore, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad bukanlah Nabi, dia adalah  seorang Mujaddid. Ahmad, dalam Alquran 61:6 adalah Nabi Suci Muhammad saw. dan kaum Muslimin yang tidak beat kepada beliau tidaklah kafir.
Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI)

Faham Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam atau Ahmadiyah Lahore masuk ke Indonesia pada tahun 1924 dengan perantaraan dua mubaligh, Mirza Wali Ahmad Baig dalam Maulana Ahmad. Berkat rahmat Allah, pada tanggal 10 Desember 1928 Gerakan Ahmadiyah Indonesia (sentrum Lahore) didirikan oleh Bapak R.Ng.H. Minhajurrahman Djajasugita dkk, yang mendapat Badan Hukum Nomor IX tanggal 30 April 1930.

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, yang mewajibkan  organisasi kemasyarakatan  berasaskan  Pancasila, maka GAI juga berasaskan Pancasila. Anggaran Dasar GAI telah  diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia  Tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran  Nomor 35. Dan pula telah termasuk dalam Daftar  Organisasi Kemasyarakatan Lingkup Nasional yang terdaftar  di Depdagri (lihat: SUARA KARYA Tanggal 9 Agustus 1994), Hal. VIII, pada : D. AGAMA, 10).

Dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya, GAI telah menerbitkan  seratusan  judul buku-buku agama dalam bahasa Belanda, Jawa dan Indonesia serta lembaga pendidikan formal bernama Yayasan Perguruan Islam Republik  Indonesia (PIRI) di Yogyakarta dan di berbagai  daerah, yang menyelenggarakan  pendidikan (sekolah) mulai tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi.

 

Akidah Ahmadiyah (GAI)

Sebagai gerakan pembaharuan dalam Islam, Ahmadiyah (Lahore) tidak menyimpang dari Quran Suci dan Sunnah Nabi, baik dibidang akidah maupun syariah. Secara rinci Akidah Ahmadiyah telah dirumuskan oleh Maulana Muhammad Ali, M.A., LL.B., dalam bukunya Albayanu fir-ruju’ilal-qur’an (1930:33-35) sebagai berikut:

  1. Kita percaya dengan yakin akan Keesaan Allah  dan Kenabian Nabi Suci Muhammad saw.
  2. Kita percaya dengan yakin  bahwa Nabi Muhammad saw. adalah Nabi terakhir dan yang terbesar diantara sekalian Nabi. Dengan datangnya beliau, agama telah  disempurnakan  oleh Allah. Oleh sebab itu sepeninggal beliau tak akan ada Nabi lagi yang diutus, akan tetapi  pada tiap-tiap permulaan abad akan diutus Mujaddid (Pembaharu), untuk melayani dan menegakkan Islam.
  3. Kita percaya dengan yakin bahwa Quran Suci adalah firman Allah  yang diwahyukan  kepada  Nabi Suci Muhammad saw. Tak ada satu pun ayat  yang harus dihapus (mansukh) dan  ayat-ayatnya tetap  murni untuk selama-lamanya. Sampai hari Qiyamat Quran  menjadi pedoman petunjuk bagi kaum Muslimin.
  4. Kita mengakui bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid abad 14 Hijriyah. Beliau bukan Nabi dan tak pernah mengaku Nabi.
  5. Kita percaya bahwa Allah kerap kali mewahyukan sabda-Nya kepada orang-orang suci yang dipilih oleh Allah diantara kaum Muslimin, meskipun mereka bukan Nabi. Orang-orang semacam ini disebut Mujaddid atau Muhaddats, artinya orang yang diberi sabda Allah. Anugerah semacam itu acapkali disebut Zillun-Nubuwah, artinya bayang-bayang kenabian. Sebagaimana kata Zilullah, demikian pula kata Zillun-Nabi atau bayang-bayang Nabi, ini bukan berarti Nabi yang sungguh-sungguh.
  6. Barang siapa mengucapkan kalimah syahdat, Asyhadu alla ilaha illallah, wa-asyhadu anna Muhammadarrasulullah, dan percaya akan arti dan maksudnya, maka ia adalah orang Islam, bukan orang kafir.
  7. Kita menghormati dan memuliakan para sahabat, para Wali dan para Ulama besar Islam. Kita  tak membeda-bedakan penghormatan kita terhadap para sahabat, para Wali, para Muhaddats dan para Mujaddid.
  8. Bagi kita, menyebut kafir kepada orang Islam adalah perbuatan yang amat keji. Oleh sebab itu,  tak akan bersalat makmum di belakang siapa saja yang menyebut kafir kepada orang Islam; hal ini untuk menunjukkan betapa  tak suka  kita terhadap  perbuatan semacam  itu;  sikap demikian kita lakukan terhadap siapa saja, baik itu  orang Ahmadi atau pun bukan. Sebaliknya, kita mau bersalat makmum di belakang siapa saja yang tak mengafirkan Islam.
  9. Kita mengakui akan benarnya Hadis Nuzulul-Masih atau  turunnya al-Masih. Akan  tetapi oleh Quran Suci sendiri dengan  kata-kata  yang terang  telah berfirman  bahwa Nabi Isa a.s. telah wafat, maka kita percaya bahwa Masih yang akan turun  pada akhir zaman bukanlah  Nabi Isa bangsa Israel, melainkan  seorang Mujaddid yang sifat-sifatnya ada persamaannya dengan Nabi Isa a.s.
  10. Kita percaya bahwa tak ada paksaan  untuk memeluk agama Islam, dan kita percaya pula bahwa tak ada Imam Mahdi yang datang menyiarkan Islam dengan pedang. Adapun Imam Mahdi yang sesungguhnya ialah seorang Mujaddid dan dianugerahi petunjuk dan sabda Allah untuk menegakkan, menjaga dan menghayati agama Islam yang sejati.[]

 

  1. #1 by aktoin on 21/12/2012 - 8:41 am

    Karena sekarang adalah abad ke XV maka siapakah mujadid di abad ini dan apakah kita harus baiat lagi dan bagaimana dengan kedudukan mujadid sebelumnya setelah datang mujadid yg baru ?

Leave a reply to aktoin Cancel reply